Pages

Sabtu, 29 Mei 2010

FATWA MEROKOK


Kami telah mengetahui pendapat Ustadz tentang hukum merokok,
dan kecenderungan Ustadz untuk mengharamkannya, karena dapat
menimbulkan mudarat bagi si perokok, baik terhadap badan,
jiwa, maupun hartanya, dan merokok itu merupakan semacam
tindakan bunuh diri secara perlahan-lahan.

Selain itu, kami juga ingin mengetahui pendapat Ustadz
mengenai bencana lain, yakni al-qat, yang tersebar diantara
kami di Yaman sejak beberapa waktu lampau dan sudah dikenal
di kalangan masyarakat, dari anak-anak muda hingga kalangan
orang tua, sehingga para ulama dan para pengusaha pun
memakannya tanpa ada yang mengingkari. Tetapi kami membaca
dan mendengar bahwa sebagian ulama di negara lain
mengharamkan al-qat ini dan mengingkari orang yang
membiasakan dan selalu menggunakannya, karena menimbulkan
mudarat dan israf, sedangkan Allah tidak menyukai
orang-orang yang israf (penghambur harta).

Kami mohon penjelasan mengenai masalah yang sensitif bagi
masyarakat Yaman ini. Mudah-mudahan Allah memberi balasan
yang baik kepada Ustadz.

JAWABAN

Hukum merokok itu sudah tidak diragukan lagi bahwa
ketetapan-ketetapan ilmu pengetahuan dan kedokteran modern
sekarang beserta dampak merokok bagi perokoknya, menguatkan
apa yang telah saya sebutkan secara berulang-ulang didalam
fatwa-fatwa kami serta apa yang telah kami jelaskan dalam
kitab kami Fatawi Mu'ashirah (Fatwa-fatwa Kontemporer),
Jilid 1, akan haramnya orang yang selalu melakukan hal yang
merusak badan dan harta serta memperbudak kemauan manusia
ini. Bahkan penemuan ilmu pengetahuan sekarang meningkat
lagi dengan ditemukannya sesuatu yang baru lagi berkaitan
dengan masalah merokok ini, yaitu apa yang sekarang dikenal
dengan istilah "perokok pasif," yaitu pengaruh rokok
terhadap orang yang tidak merokok yang berada dekat orang
yang merokok. Pengaruh atau akibat yang ditimbulkannya ini
sangat membahayakan kadang-kadang melebihi bahaya rokok
terhadap perokoknya sendiri.

Islam mengatakan:

"Tidak boleh memberi bahaya kepada diri sendiri
dan tidak boleh memberi bahaya kepada orang lain."
(HR Ahmad dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas dan
Ubadah)

Maksudnya, janganlah kamu memberi mudarat (bahaya) kepada
dirimu sendiri; dan janganlah kamu memberi mudarat kepada
orang lain, sedangkan merokok itu menimbulkan mudarat kepada
diri sendiri dan kepada orang lain. Selain itu, syariat
diturunkan untuk memelihara kemaslahatan yang teramat pokok
bagi makhluk, yang oleh para ahli syariat diringkaskan pada
lima hal: din (agama), jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Sedangkan merokok menimbulkan mudarat terhadap
kemaslahatan-kemaslahatan ini.

Adapun al-qat, maka muktamar internasional pemberantasan
minum-minuman keras, narkotik, dan rokok --yang
diselenggarakan di Madinah al-Munawwarah dan disponsori oleh
al-Jami'ah al-Islamiyah di sana beberapa tahun lalu-- telah
memasukkannya kedalam kategori benda-benda terlarang yang
disamakan dengan narkotik dan rokok.

Tetapi banyak saudara kita dari syekh-syekh dan lembaga
pengadilan di Yaman menentang keputusan muktamar yang sudah
menjadi ijma' (kesepakatan) ini dan menganggap bahwa para
peserta muktamar tidak mengetahui hakikat al-qat. Menurut
mereka, peserta muktamar berlebih-lebihan dalam memutuskan
hukum serta terlalu ketat terhadap masalah yang tidak
terdapat larangannya di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Padahal, masyarakat Yaman sudah mempergunakannya sejak
beberapa abad yang lalu, termasuk para ulama, fuqaha, dan
shalihinnya. Mereka masih tetap mempergunakannya sampai hari
ini.

Diantara yang menentang keputusan itu ialah rekan kami yang
alim dan penuh ghirah, yaitu Qadhi Yahya bin Luth
al-Fusayyil, yang menerbitkan sebuah risalah untuk ini
dengan judul "Dahdhusy-Syubuhat Haulal-Qat" (Membantah
Syubhat Seputar Masalah al-Qat) yang memuat beberapa
pengertian (pemikiran) sebagaimana yang saya isyaratkan di
muka. Dia menyangkal adanya unsur keserupaan antara al-qat
dengan narkotik, sebagaimana ia juga menyangkal adanya
mudarat seperti yang dikemukakan oleh orang-orang yang
bersikap keras. Akan tetapi, ada sesuatu yang bersifat
khusus berkenaan dengan sebagian orang sehingga larangannya
pun harus dibatasi hanya untuk mereka, sebagaimana halnya
mudarat madu terhadap orang tertentu, demikian juga dengan
israf, bahwa ia hanya untuk orang-orang tertentu saja.

Namun demikian, informasi yang saya peroleh ketika saya
berkunjung ke Yaman pada akhir tahun tujuh puluhan, melalui
penglihatan dan pendengaran saya, bahwa al-qat menimbulkan
dampak sebagai berikut:

1. Harganya sangat mahal. Saya terkejut, saya kira
harganya seperti harga rokok, tetapi ternyata
berkali-kali lipat.

Saya pernah makan siang di rumah seorang tokoh bersama
beberapa orang teman, tiba-tiba datang seorang tamu
dengan membawa ranting-ranting kayu hijau. Para hadirin
memperhatikan bahwa saya melihatnya dengan
terheran-heran, lalu mereka bertanya kepada saya,
"Apakah Anda kenal tumbuh-tumbuhan yang hijau ini?"
Saya jawab, "Tidak." Mereka berkata, "Itu adalah
al-qat." Kemudian saya tanyakan kepada mereka berapa
harga seikat al-qat yang dibawa saudara kita itu, lalu
dia menjawab, "Seratus lima puluh real." Saya tanyakan
lagi, "Seikat itu cukup untuk berapa hari?" Mereka
menjawab, "al-qat itu akan dimakannya setelah makan
siang ini, dan sebelum magrib pasti akan habis."

Saya bertanya, "Apakah pengeluaran untuk al-qat sebesar
ini tidak akan memberatkan keluarganya?" Mereka
menjawab, "Bahkan ada yang lebih dari itu, ada yang
menghabiskan tiga ratus, empat ratus, dan ada yang
lebih banyak lagi."

Saya yakin bahwa yang demikian itu sudah termasuk israf
(berlebih-lebihan), kalau tidak dikatakan mubadzir dan
menghambur-hamburkan harta dengan tiada bermanfaat
untuk kepentingan dunia dan akhirat.

Apabila kebanyakan ulama menganggap bahwa mengisap
rokok atau tembakau --atau "tutun" menurut istilah
sebagian yang lain-- termasuk israf yang terlarang,
maka memakan al-qat lebih layak lagi tergolong dalam
kategori ini.

2. Bahwa al-qat benar-benar menyita waktu bagi pemakan
atau pengunyahnya. Setiap hari mereka menghabiskan
waktu yang panjang, yaitu setelah zuhur hingga magrib,
padahal menurut kebanyakan orang rentang waktu tersebut
cukup produktif. Maka orang yang mengunyah al-qat ini
menghabiskan waktunya di mulutnya dan menikmati dengan
mulutnya itu, sementara ia abaikan segala sesuatunya
hanya demi mengunyah al-qat ini. Waktu yang dihabiskan
untuk mengunyah al-qat ini tidak sedikit, padahal waktu
atau kesempatan merupakan modal bagi manusia. Apabila
ia menyia-nyiakan waktunya dengan cara seperti ini,
maka benar-benar ia telah menipu dirinya sendiri, dan
tidak dapat menjadikan kehidupannya berbuat sebagaimana
layaknya seorang muslim.

Apabila dilihat dalam skala nasional, maka hal itu
merupakan kerugian umum yang amat buruk, sangat
merugikan produktivitas dan perkembangan ekonomi, dan
menyia-nyiakan potensi masyarakat tanpa alasan yang
positif.

Mudarat ini sudah merupakan fakta yang tidak
diperdebatkan oleh siapa pun, dan sudah terkenal di
kalangan saudara-saudara di Yaman kata-kata mutiara
yang berbunyi: "Bahaya al-qat yang pertama ialah
tersia-siakannya waktu."

3. Saya mendapat informasi dari saudara-saudara yang
menaruh perhatian terhadap masalah ini di Yaman bahwa
sekitar tanah negeri Yaman ditanami dengan al-qat,
yaitu di tanah yang paling subur dan paling bermanfaat,
sementara negara ini mengimpor gandum dan macam-macam
bahan makanan pokok serta sayur-mayur.

Tidak diragukan lagi bahwa hal ini merupakan kerugian
ekonomi yang besar bagi bangsa Yaman. Saya kira tidak
seorang pun --yang punya kemauan untuk kebaikan dan
masa depan negeri ini-- yang membesar-besarkan masalah
tersebut. Artinya, informasi yang mereka kemukakan itu
bukan mengada-ada dan tidak dibesar-besarkan.

Komentar