Pages

Rabu, 09 Juni 2010

BERANTEM [bukan] TANDA SAYANG!


Kelopak mataku berkaca-kaca. Aku letih. Letih untuk bisa mengerti kemana jalan pikiranmu. Letih atas tuduhan-tuduhanmu yang memojokkanku. Letih atas pikiran burukmu tentangku. Letih atas perdebatan panjang tiada henti. Letih atas pertengkaran yang selalu membuat otakku tegang. Letih karena aku harus selalu menjaga perasaanmu atas semua ucapan dari mulutku, sedang sedikitpun kamu tak pernah menjaga perasaanku atas apa yang terlontar dari lisanmu.

Kenapa harus aku dan selalu aku? Aku yang harus mengerti kekuranganmu. Aku yang harus memahami keterbatasanmu. Aku yang harus diam atas hasutan fitnahanmu. Aku yang dituntut menerima bahwa akulah yang salah atau mengaku salah. Aku lah yang harus mengalah.

Kekuranganmu yang kau lemparkan padaku harus bisa kudiamkan, kupendam, kusadari bahwa kekurangan dan keterbatasanmu adalah resiko yang harus kuteguk, sedang kekurangan, kealpaan, dan keterbatasanku adalah sebuah KESALAHAN BESAR yang kau lantangkan dengan kata PUTUS.

Aku letih. Ketika kesabaran sudah mengikis habis pondasi hatiku untuk selalu mengalah, merendah untuk selalu direndahkan.

Aku bukan ingin besar kepala, tapi renungi, resapi dan cam kan dalam benakmu, bahwa akulah orang tersabar yang pernah mencoba mengertimu. Bantahlah kalau kau berani! Tak ada satu orang pun, diantara perempuan-perempuan yang pernah mengisi relung kalbumu yang sepaham, semengerti dan semengalah aku!

Aku bertahan karena menyayangkan satu setengah tahun akan sia-sia jika ego selalu bicara. Tapi sekali lagi aku hanya manusia dengan semua keterbatasannya. Terbatas untuk sabar, mengalah dan keterbatasan lainnya.

Belajarlah untuk menghargai sebuah hubungan. Paling tidak seseorang yang itu adalah aku, aku yang kamu agungkan sebagai kekasih. Kekasih yang tak pernah kamu percaya. Kekasih yang selalu kamu pojokkan, kamu curigai, kamu tuduh dan kamu ajak untuk adu mulut tiap hari.

Bertengkar. Adu mulut. Silang pendapat. Semua kau jadikan menu makanan sehari-hariku. Omelanmu adalah sarapanku. Tuduhanmu makan siangku. Dan fitnahanmu makan malamku. Bukan hanya kenyang, aku sudah terlampau bosan menyantap hidangan yang itu-ituu aja yang kau sajikan di meja hari-hariku.

Jika tak bisa memberiku sarapan omelan, maka kau suguhiku fitnahan di pagi hari. Sepanjang siang mengomel dan menuduhku kala malam. Sedang aku, aku dituntut diam sejuta bahasa. Tak pernah punya andil sebagai koki makanan sehari-harimu karna kau merasa kau adalah koki terhebat. Terlalu sempurna untuk dicela.

Malam ini kau lontarkan kata PUTUS. Bukan hal istimewa di telingaku karna sudah terlalu sering kau tuliskan di sms. Mungkin banyak yang masih kusimpan di hape. Masalahnya pun sepele. Karena aku sudah sampai rumah tapi tak mengabarimu. Baru mengirimkan sms setelah beberapa waktu. Sepele bukan? Amat sangat sungguh terlalu sepele sekali!
Kalau aku mau ungkit-ungkitpun, kamu aja yang seharian pergi dengan keluargamu, selalu telat balas smsku, bahkan kau sendiri pun tak mengabariku telah sampai rumah. Tapi apa, aku tidak mempermasalahkannya! Justru niatku yang sms kamu malah disalahkan. Dunia sudah terbalik atau pemikiranmu yang jungkir balik?

Coba cerna dengan logika, kewajibanku harus selalu kupenuhi, sedang aku harus memaklumi kewajibanmu yang tak kau lakukan. Begitu kah caramu mencintaiku? Seyakin apapun aku akan cintamu, tetap saja caramu memperlakukanku adalah sebuah kesalahan besar!

Berantem tiap hari bukan tanda sayang, cam kan itu di kepalamu! Jangan hanya mencari celaku jika aku dituntut diam menerima celamu.

Entah harus dengan bahasa, cara dan jalan apalagi aku meyakinkanmu untuk mencoba menelaah arti sebuah satu setengah tahun hubungan?

Pikir, pilih dan lakukan apa yang menurut kamu adalah jalan terbaik.

Aku hanya mencoba melakukan yang terbaik meski tak selalu kau pandang baik.

Komentar